/** Kotak Iklan **/ .kotak_iklan {text-align: center;} .kotak_iklan img {margin: 0px 5px 5px 0px;padding: 5px;text-align: center;border: 1px solid #ddd;} .kotak_iklan img:hover {border: 1px solid #333}

Jumat, 09 September 2016

SOLO RUN DAY 3

SOLO, Minggu, 17 Januari 2015

-DAY 3-

LAST DAY… GONNA MISS THIS PLACE!

Hari ketiga adalah kesempatan terakhir gue untuk mengeksplorasi kota Solo dan sekitar. Karena keesokan siangnya gue akan kembali pulang ke Jakarta. So, ke mana gue hari ini? Rencananya gue akan mengunjungi tiga tempat, yakni Candi Ceto, Candi Sukuh dan Air Terjun Jumog. Ketiga tempat ini berada di daerah Karanganyar, yang membutuhkan waktu beberapa jam dari kota Solo.

Sehari sebelumnya gue sudah menelpon pihak hotel untuk menyewa mobil beserta sopirnya. Ya, di liburan kali ini gue ingin lebih sedikit bersantai. Tinggal duduk manis di kursi samping, mendengarkan musik, melihat pemandangan, serta mengabadikan banyak momen dengan kamera gue tanpa perlu menyetir mobil. Hehehe sekali-kali “bermewah-mewahan” nggak apa-apa dong?

Jam 9 pagi gue meluncur  ke destinasi pertama; Candi Ceto. Di sepanjang perjalanan yang gue lihat adalah tampilan khas kota kecil, di mana rumah jarang terlihat rapat-rapat, yang terlihat adalah hamparan sawah terbentang luas nan indah. Gue buka kaca jendela mobil sedikit untuk mengabadikan momen tersebut. Tape mobil gue setel playlist dari iPhone gue. Lagu Ello-Masih Ada mengiringi perjalanan gue. Awalnya gue tidak suka lagu ini. Namun, setelah melihat video clip beserta makna isi lagu tersebut, gue merasa ada kedekatan kondisi dengan yang gue alami sekarang; Traveling sendirian setelah patah hati karena putus cinta.

Kemudian lagi-lagi lagu Adhitya Sofyan-Forget Jakarta mengalun dari playlist yang gue mainkan secara acak. Ya, saat itu gue benar-benar melupakan Jakarta dengan ragam problematikanya. Entah masalah sosial - di mana dua hari sebelumnya terjadi ledakan bom di kawasan Sarinah- , rutinitas pekerjaan dan aktivitas sehari-hari gue, serta masalah kehidupan percintaan gue yang sedang kurang mulus jalannya.

Setelah kurang lebih dua jam, akhirnya sampai juga gue di Candi Ceto. Benar-benar tipe destinasi favorit gue. Berada di dataran tinggi sehingga kondisinya sejuk dan dingin. Lokasinya berada di lereng Gunung Lawu yang ditengarai dibangun pada masa-masa akhir era Majapahit. Kompleks candi ini digunakan oleh masyarakat lokal setempat maupun peziarah beragama Hindu sebagai tempat pemujaan. Selain itu, Candi Ceto juga dijadikan tempat pertapaan bagi para penganut kepercayaan asli Jawa, Kejawen.

Cukup ramai pengunjung saat itu. Seperti gue, mereka juga terlihat antusias berada di Candi Ceto. Gue pun banyak memotret  momen maupun bangunan candi-candi yang ada. Setelah cukup puas mengambil gambar, gue pun segera beranjak untuk menuju tempat berikutnya yakni Candi Sukuh, yang pula dikenal dengan sebutan Candi porno. Mengapa? Let’s see…

Jarak dari Candi Ceto menuju Candi Sukuh tidak terlalu jauh. Ada yang lucu di sepanjang perjalanan gue menuju Candi Sukuh. Boleh percaya atau tidak, gue sempat melihat di pinggir jalan terdapat sebuah kios penjual Mie Ayam dengan label “Mie Ayam Bakso REAL MADRID”. Belum selesai, beberapa meter setelahnya terdapat (lagi) penjual MieAyam, namun kali ini dengan label “Mie Ayam Bakso BARCELONA”. Wow!

Sudah hampir dipastikan kedua penjual Mie Ayam Bakso ini merupakan kompetitor yang menyajikan rivalitas sengit. Selayaknya duel Cristiano Ronaldo versus Lionel Messi.

Setibanya di Candi Sukuh, gue menyempatkan diri untuk solat dzuhur dulu di sebuah masjid kecil. Setelah itu, tanpa buang waktu gue langsung masuk ke dalam kompleks Candi Sukuh. Sama seperti Candi Ceto, terletak di desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, candi ini digunakan sebagai tempat ibadah pemeluk agama Hindu. Oh iya, mengapa candi ini juga disebut sebagai Candi porno? Sebab, banyak bangunan candinya yang kontroversial, dalam artian memiliki gambaran alat-alat kelamin manusia secara jelas pada beberapa figurnya.

Tidak begitu lama buat gue mengeksplorasi candi ini karena kompleksnya tidak terlalu luas. Selanjutnya, gue menuju Air Terjun Jumog!

Cukup beberapa menit hingga gue sampai di tujuan. Memasuki kawasan Air Terjun, gue dihadapkan dengan bentangan spanduk bertuliskan “ANDA AKAN MENURUNI 116 ANAK TANGGA”. Wah, kok tulisannya bernada meremehkan kapasitas napas gue, ujar gue dalam hati. Well, jangankan menuruni 116 anak tangga, menanjak 3000an mdpl aja gue jabanin! Hehehe sombong ya.

Sebutan “Surga yang Hilang” memang pantas disematkan pada Air Terjun Jumog ini. Memiliki ketinggian kurang lebih 30 meter, air terjun ini menawarkan pemandangan yang amat indah, segar dan kehijauan. Sangat elok dipandang. Yang membuatnya menjadi tidak enak buat gue sih karena banyak pemandangan muda-mudi, pasangan muda-tua yang asyik berfoto dengan latar belakang air terjun. Ngiri banget gue! Ahahahah…

Forget it! Gue pun benar-benar terlena dengan pemandangan di depan mata. Kamera gue tak henti-hentinya jepret sana-sini. Satu hal yang sulit bagi gue adalah berfoto selfie. Ya, karena gue sendiri. Jadi, solusinya ya gue harus SKSD minta tolong kepada orang-orang di sekitar untuk bisa mengabadikan foto gue bersama Air Terjun Jumog yang indah ini. Dari sini, gue belajar berani untuk menanggalkan kejelekan orang Indonesia pada umumnya, yaitu gengsi.

Kemudian, tiba-tiba di salah satu sudut terdengar sayup-sayup suara musik dangdut. Benar saja, ternyata ada panggung musik dangdut di sana. Gue langsung menghampiri dan gue tidak akan pernah menyesali pelancongan gue kali ini. Kenapa? Karena gue akhirnya bisa melihat langsung dengan mata kepala gue sendiri komunitas goyang dangdug koplo yang kesohor itu. Sekumpulan anak muda yang memiliki hobi sama yakni joget dangdut, serta memiliki koreografi unik yang dilakukan secara kompak bersama-sama. Untuk lebih jelasnya, lo bisa lihat di Instagram gue: https://www.instagram.com/p/BAo0RIqgpv-Qr96VILiO_OYERX3MTeH9S_PPBQ0/?taken-by=randyislamy

Melihat itu, hasrat gue pun terpancing untuk bergabung. Ya, gue menyatu dengan mereka, menyatu dengan “kearifan lokal” itu. Gue ikut berjoget and I really enjoyed it!

https://www.instagram.com/p/BAozfURApufbFyEQqxxmtjVlvOnuP5gjqwHfMQ0/?taken-by=randyislamy

Seketika itu, gue sendiri namun tidak merasa sendiri. Ada kebahagiaan membuncah yang bertahan cukup lama di hati ini. Pengalaman ini kelak akan menjadi cerita menarik untuk diceritakan kembali dengan orang-orang terdekat.

Hari sudah mulai sore, hujan pun perlahan muncul. Gue memutuskan kembali ke hotel dengan sebelumnya menyempatkan diri untuk makan di sebuah restoran. Sesampainya di hotel, gue langsung mandi dan istirahat. FYI, hotel gue kali ini berbeda dari hotel sebelumnya. Gue sengaja berganti hotel karena lokasinya dekat dengan stasiun Purwosari.

TIME IS UP! WAKTUNYA PULANG..

Keesokannya, setelah solat dzuhur, gue menuju stasiun Purwosari berjalan kaki. Padahal setelah dirasakan, jaraknya ternyata lumayan jauh. Informasi yang gue dapatkan ketika bertanya kepada orang-orang, mereka menjawabnya jaraknya cukup dekat. Mungkin maksud mereka jaraknya dekat jika gue naik becak atau taksi, bukannya jalan kaki.

Tetapi tidak apa lah! Gue menikmati kok suasana kota Solo saat itu dengan berjalan kaki; Lengang, damai dan tidak banyak menuntut. Tidak peduli cuaca siang hari itu sangat terik membakar kulit. Toh, waktu keberangkatan kereta masih cukup lama.

Setelah membeli minuman mineral, gue pun menunggu di kursi peron stasiun. Pikiran gue mengawang ke perjalanan tiga hari gue selama di Solo. Sebelumnya, gue traveling tidakpernah sendiri. Traveling ke Jogja, Semarang, Kediri, naik gunung Papandayan, gunung Rakutak selalu bareng teman beramai-ramai (pernah juga bareng pacar sendiri). Bahkan untuk ke gunung Prau gue cuma berdua saja dengan teman gue, yang bernama Acil.

Tapi kali ini, ke Solo, gue benar-benar sendiri. Yup, gue melakukan solo traveling-solo backpacker di kota Solo. Seperti sebuah kebetulan, ya? Namun, jika ditelusuri lebih jauh, sebenarnya niat untuk traveling sendiri sudah tersimpan cukup lama. Meskipun dulu gue tidak tahu bahwa kota Solo yang menjadi destinasinya. But again, kota Solo memang memiliki arti tersendiri buat gue. Jadi, bisa mengunjungi kota ini traveling sendirian sih sudah menjadi salah satu goals dalam hidup gue. It might sounds lebay, but it’s actually true. Cuma gue yang bisa merasakan ini.

Di dunia sepakbola, terdapat istilah solo run di mana terdapat satu pemain yang berlari menggiring bola dari jarak yang cukup jauh. Ia berhasil melewati berbagai hadangan pemain lawan hingga akhirnya berduel satu lawan satu dengan kiper lawan. Solo run ini akan lebih indah jikalau sang pemain mampu mencetak gol pada akhirnya.

Lalu, bagaimana dengan perjalanan Solo Run Traveling gue kali ini? Let me tell you… It was perfectly awesome!

Gonna miss this place so much…




Tidak ada komentar:

Posting Komentar