/** Kotak Iklan **/ .kotak_iklan {text-align: center;} .kotak_iklan img {margin: 0px 5px 5px 0px;padding: 5px;text-align: center;border: 1px solid #ddd;} .kotak_iklan img:hover {border: 1px solid #333}

Sabtu, 05 November 2011

ARSENAL KEMBALI !!


Chelsea 3-5 Arsenal …Sungguh siapapun tidak menyangka hasil akhirnya akan seperti ini. Tak terkecuali saya pecinta Arsenal yang awam sepakbola ini. Para pundit pun saya yakin tidak memprediksi hasil ajaib ini. Saya awalnya hanya berharap hasil realistis saja dari pertandingan ini, yakni seri. Sehebat-hebatnya Arsenal, dalam kondisi tim yang sedang cukup terpuruk ini, paling mentok menang tipis, bukannya menghajar habis Chelsea dengan skor mencolok, di Stamford Bridge.

Menit awal babak pertama terlihat sekali Arsenal sangat kehilangan sosok Sagna (right back) dan Gibbs (left back). Peran mereka digantikan oleh Djorou-Santos. Yang paling parah adalah Djorou. Setahu saya sudah lama dia tidak berposisi di bek kanan,karena selama ini dia hampir selalu berada di jantung pertahanan Arsenal. Lawan yang harus dihadapi : Juan Mata dan Bosingwa, yang notabene sayap-sayap lincah nan cepat. Agak berbanding terbalik dengan Djorou yang tinggi besar dan sedikit lebih lambat ketimbang kedua rivalnya itu. Alhasil dia jadi bulan-bulanan strategi menyerang Chelsea, yang sepertinya memang sudah tahu titik lemah pertahanan Arsenal. Beberapa kali serangan datang dari kedua sisi lapangan.

Sampai akhirnya terjadi…Mata yang be-rotasi menjadi sayap kanan mengelabui Santos dengan gocekannya yang sempurna, lalu mengirim umpan silang. Dan, yup tandukan Lampard menjadi gol yang pertama dalam pertandingan itu. Sebelumnya, bukan tidak pernah Arsenal menyerang kotak penalty Chelsea. Terhitung dua kali Gervinho dan Van Persie gagal menceploskan bola ke gawang Cech,meskipun pelayanan dari Walcott kepada keduanya begitu sempurna. Namun, sulit memungkiri bahwa penguasaan bola Chelsea lebih baik saat itu.

Pertandingan perlahan menjadi menarik ketika Van Persie berhasil menyarangkan gol ke gawang Chelsea, buah kejelian visi Ramsey dan ketidakegoisan Gervinho. Sial untuk Arsenal, saat injury time malah kebobolan oleh sontekan Kapten Terry menerima umpan dari tendangan pojok. Ya, backfour Arsenal cukup mengecewakan, karena saya merasa barisan tengah dan depan Arsenal sudah susah payah menelurkan gol ,dan itu menjadi sia-sia.

Jeda turun minum saya gunakan untuk makan malam. Tak disangka waktu mata ini kembali ke Stamford Bridge, WAHHH, saya melewatkan gol Santos. Meragukan awalnya, namun akhirnya dia memberikan pembuktian kalau dia bukan pembelian gagal. Ini gol ke-2 nya musim ini untuk Arsenal. Dia tidak secepat Clichy, pun tidak secermat Ashley Cole. Namun,naluri serang dan skill Brazilliannya terkadang memang dibutuhkan Arsenal ketika sedang menemui kebuntuan. Skor 2-2.

Lalu, tak lama dari itu Theo Walcott kembali menghasilkan gol untuk Arsenal. Agak kaget melihat performa dia malam itu. Dia yang biasanya hanya mengandalkan pace,kali ini terlihat dia bisa juga “menggocek”. Terbukti dari golnya yang melewati sekitar 4 orang pemain bertahan lawan. Caranya memang agak “nyeleneh” ketika dia terjatuh saat dribbling, dan pemain Chelsea menyangka itu pelanggaran, nyatanya wasit tetap menyatakan play on. Belum selesai. Part saat dia melakukan step over membelah 2 benteng Chelsea adalah moment menakjubkan sebelum dia menceploskan bola keras menuju ruang kosong gawang Cech.

Chelsea tidak mau menyerah begitu saja. Lewat Juan Mata, skor menjadi 3-3. Tendangan keras dari luar kotak penaltinya menembus gawang Arsenal. Pada detik itu, batin ini berkata “ sayang banget dia ngga jadi berkostum Arsenal.Chelsea beruntung banget punya pemain kayak dia. Pasti Mata pun berpikir kalau dia ngga salah pilih tim”. Di pinggir lapangan ,seakan Chelsea kembali dilatih oleh Jose Mourinho. Reaksi Villas Boas yang atraktif,kalau tidak mau disebut berlebihan, menyambut gol Mata, membuat diri ini membatin “ya, ga apa lah,wong masih muda,,masih berapi-api. Dimaklumi”
Namun, entah setan apa yang merasuki anak-anak Arsenal, yang pasti bukan Setan Merah, alih-alih menyerah dengan berupaya mempertahankan skor realistis tersebut, malah mereka semakin menggila.Kecerobohan John Terry, berujung malapetaka buat Cech,yang harus berjuang sendiri melawan “kesadisan” Van Persie. Dan kembali gol dicetaknya, setelah mengecoh Cech,lalu tinggal menceploskan bola ke gawang kosong. 3-4.

Anyway ada yang unik dalam pertandingan itu. Kalau Arsenal kerasukan setan,lain halnya dengan Chelsea yang seperti kerasukan waria. Para Big Man semisal Lukaku,Torres begitu mudahnya terjatuh, hingga tak jarang ini merugikan Arsenal. Nalar memaklumi mungkin karena ini partai tandang untuk Arsenal,yang mungkin sedikit wajar sedikit banyak menguntungkan si empunya rumah. Arsenal juga seperti itu terkadang,di Emirates. Namun,yang membuat emosi adalah tingkah Ivanovic saat terlibat konflik dengan Van Persie. Persie hanya “mencolek”nya namun reaksinya begitu teatrikal, hingga membikin Persie dapat kartu kuning. Namun, ke-femininan para pemain Chelsea pada akhirnya juga membawa keberkahan. Sentuhan angin sepoi membuat tubuh gemulai nan layu Terry terjatuh saat ingin mengejar bola, hingga membuat skor berbalik menaungi Arsenal.

Belum selesai saudara-saudara. Arsenal sedari dulu dikenal dengan serangan baliknya menasbihkan Van Persie menjadi satu-satunya kapten terbaik di laga tersebut. Serangan balik maut tersebut,membuahkan gol super Van Persie nan maut pula (saking kerasnya sampai-sampai Cech tidak mampu menahan bola) , yang ke-3 alias Hattrick. Skor akhir 3-5.

Memang istimewa sekali orang satu ini. First comebacknya Vermaelen ke EPL musim ini, di menit-menit akhir, nyatanya terasa hambar saja. Pula performa apik Ramsey (yang seperti merasakan blessing in disguise saat Wilshere cedera panjang) dalam menggantikan peran Fabregas,meskipun masih jauh,namun perlahan tapi pasti dia sedang menuju ke tempat di mana Fabregas berada dulu, belum mampu menyamai sinar RvP.

Semuanya itu menjadi biasa-biasa saja karena Persie, musim ini, selalu menjadi penyelamat Arsenal. Dia lah dewa Arsenal saat ini. Bahkan orang-orang yakin bahwa Arsenal sangat ketergantungan dengan Persie. Sayapun merasakan itu jua. Ucapan selamat dan pujian dari Fabregas, sahabat dan mantan partner sejatinya di Arsenal, terlontar dari akun twitternya. Senang rasanya dia masih concern dengan Arsenal, karena saya perhatikan di twitnya kalau dia masih mengikuti sepak terjang Gunners…Ya, karena memang dia sejatinya ber-DNA Gooner,bukan Catalan,ehehe..Saya yakin itu !!

Anyway, saya tidak ingin momen indah ini berujung nihil nantinya. Karena beberapa tahun belakangan ini Arsenal memang tidak pernah mengangkat trophy lagi, ketika sebenarnya di tengah musim Arsenal sering mendapati banyak keajaiban seperti ini. Cukup realistis kalau saya berharap Arsenal bisa kembali ke posisi 4 besar, dan menjuarai Carling dan FA Cup.

Well, yang pastinya saya ingin mendownload full highlight atau bahkan full match pertandingan ini nantinya. Pastinya saya tidak akan jemu menontonnya berkali-kali, karena ini melawan rival abadi sekota, di kandang lawan, menang telak pula !!...Tentu Villas Boas sesegera mungkin menelpon Sir Alex Ferguson untuk berkonsultasi dalam mengatasi trauma kekalahan tragis. Karena seperti yang diketahui, tepat seminggu sebelumnya Manchester United dihajar 1-6 oleh Manchester City, di Old Trafford.

30 okt 2011

Minggu, 24 Juli 2011

Hey Sita... Dunia Ini Sempit, Lho !

Sabtu 23 Juli 2011, malam hari , saya sedang berjalan menempuh panjangnya halte busway di bilangan Semanggi. Saya baru saja dari Istora Senayan setelah menghadiri event besar tahunan yang diselenggarakan oleh Perusaahan tempat di mana saya bekerja. Begitu menyusahkannya jembatan transit dari halte Busway Benhil menuju Halte Busway Semanggi. Belum lagi sudah sedari tadi kepala ini terasa sakit, yang saya yakini karena waktu jam tidur saya yang tidak cukup paginya.

Sesampainya di dalam bus, semua kursi sudah ada yang menempati. Namun, tidaklah terlalu jadi masalah karena malam itu busway sangat lapang, tidak sesak seperti di hari kerja. Hembusan Surga dari AC pun membuat kepala ini berangsur menjadi lebih ringan.

Sebenarnya tidak ada yang istimewa di dalam, sebelum mata ini tertuju pada satu gadis cantik –yang tidak mendapat kursi seperti saya— berdiri di dekat pintu. Berkulit putih dengan sandang luarnya berwarna merah yang melapisi kaus biru tua. Rambutnya yang cukup panjang, sepertinya, terikat atau dijepit di bagian atas kepala. Khas perempuan lainnya yang menandakan “bukan waktunya lagi menghias diri” sepulang kerja atau setelah mengakhiri kegiatan.

Busway terus saja melaju dengan kecepatan sedang, meskipun jalur lancar dalam artian tidak ada kendaraaan lain yang ikut masuk ke jalurnya. Dan sampailah saya di pemberhentian saya di halte Pancoran. Tak lama setelah saya keluar Bus, ada seseorang yang menepuk ringan pundak saya. Betul sekali, gadis cantik itu.

“ Eh, sorry..Gue mau nanya dong, kalau mau ke Tebet dari mana ya naik ojeknya?”, Tanya dia sembari kami berdua terus melangkahkan kaki.

“ Oh, sebenernya ini juga udah daerah Tebet sih. Kalau boleh tau Tebetnya mana ya?”

“ Tebet utara ? “

Saya yang sudah lebih dari 20 tahun tinggal di Tebet Barat Dalam sudah mampu menerka. “ Ooh, Deket Distro-distro dan kafe-kafe itu bukan?”

“ Yap, di sekitar sana” , jawabnya.

“ Yaudah, gue searah kok, jadi bareng aja. Sorry, gue Rendy “, kata saya sembari mengulurkan tangan.

“ Gue Sita. Tapi panggil aja Geisya”, balasnya. Dan saya melihat senyumnya sedikit tersungging saat mengucap “Geisya”.

“ Iya ren, jadi tuh biasanya gue pulang pergi kerja ada mobil anteran. Dan biasanya juga gue sama temen. Kali ini gue sendiri jadi masih agak bingung” , lanjut Sita.

“ Wah, malam Minggu gini lo kerja?”

“ Iya, gue abis SPG-an di daerah Slipi”, sahutnya.

“Oh gitu. Emang lo belum lama tinggal di Tebet?”

“ Iya, sebenernya gue tinggal di Bogor dan kuliah di sana. Weekend nya gue kerja di sini”

Kami terus saja berjalan menyusuri trotoar di bawah flyover Pancoran, yang patungnya masih saja sanggup “berpose” seperti itu, pagi-siang-malam, hujan maupun terik.

“ Oh oke, begitu toh. Hebat ya lo Sit, bisa ngebagi waktu kuliah-kerja kayak gitu. Bogor-Jakarta pula “

Kami bersiap menyeberang jalan ketika saya mendengar jawabannya sayup bercampur kebisingan kendaraan : “Ya mau gimana lagi, dengan gini gue masih bisa kuliah”.

Pancoran malam itu tidak terlalu sibuk seperti biasa. Selain kendaraan yang tak berhenti berlalu-lalang, hanya ada beberapa orang yang sedang menunggu angkutan umumnya datang. Suasananya pun terbilang cukup muram. Penerangan dari lampu jalan berwarna kuning dan dan cahaya minim dari Supermarket yang sudah mau tutup, saya rasakan membuat malam lebih pucat.

“ Kalau lo gimana, Ren? . Tadi itu lo dari mana?”, dia bertanya .

“ Gue dari Istora Senayan. Ada acara kantor”

“ Ohh lo udah kerja?”

“ Iya” , jawab saya singkat. “ Eh Sit, omong-omong yang di Tebet Utara itu rumah keluarga atau lo ngekos?”

“ Ngekos”

“ Wah, ngekos? Pasti mahal ya di daerah situ. Berapa Sit sebulannya?”

“ Iya, 700 lah sebulan “

“ Wuidih mahal ya, hehe”

Tak jauh kami berjalan sudah ada tukang ojek yang sedang mangkal. “ Pak, tolong anterin dia ya ke Tebet Utara”

“ Tebet Utaranya yang sebelah mana nih?” tanya Bapak tukang Ojek.

“ Yah itu Pak, yang banyak distro sama kafenya itu lho”

“ Oh iya iya…” ujar si Bapak dengan medok. “ Ayok, mbak”

Kemudian saya beralih ke Sita. “ Okeh Sit. Lo hati-hati ya”. Tangan ini spontan memberikan “Tos” padanya.
“ Yap Ren. Makasih banget lho ini” ,balasnya dengan senyum.

Nah, seperti kebanyakan kisah romansa di Film, FTV, Sinetron ataupun novel remaja, di saat-saat seperti ini perlu ada sesuatu yang bisa membuat munculnya sebuah “twist” agar ceritanya menghasilkan Happy Ending, atau setidaknya bisa berkelanjutan lagi menjadi sebuah cerita baru yang lain.

Kalimat-kalimat seperti :

“ Hmm Sit, mudah-mudahan ngga terlalu cepet ya kalau gue minta nomor Handphone lo. Boleh? “

“ Entah,ini sopan atau nggak. Cuma kayaknya seru kali ya kalau lain waktu kita bisa jalan atau nonton bareng. Lo ada pin BB?”

“ Eh,iya Sit, hampir gue lupa. Lo kan tinggal di Tebet juga, dan nggak jauh dari rumah gue. Bisa kan kita ngobrol-ngobrol lagi. Tuh, di kafe-kafe deket kostan lo juga enak tuh kapan-kapan. Nomor hape lo berapa ya?”

“ Sit, lo orangnya asik juga ya. Minggu depan nonton Transformer yok ! Gue traktir deh. Nomor lo berapa?”

Namun, dengan perasaan sesal sehancur-hancurnya tidak ada satupun dari kalimat di atas yang melesat keluar dari mulut saya.

Pula, tidak dipungkiri diri ini masih kaku. Tidak ada sulitnya sama sekali mengucapkan kalimat-kalimat itu, sebenarnya. Durasinya pun tidak akan memakan waktu bermenit-menit. Bahkan 10 detikpun jadi. Tapi apa maknanya kemudahan dan durasi singkat jika keberanian yang nihil membuat diri ini tak berdaya.

Sampai pada saatnya dia melesat, terpajang senyum indahnya, seraya berseru: “Daahh Rendy, gue duluan ya, Daaaahhh”.

Lagi-lagi saya merasakan efek "slowmotion" dalam kisah saya kali ini, yaitu saat dia perlahan meninggalkan saya. Seolah pohon-pohon rindang di atas saya berteriak gemuruh dan bergema: "RENDI !! Kau bisa mengejarnya, kau bisa menghentikannya sekarang juga. Mumpung gerakannya masih "slowmotion", cukup kau berlari kecil untuk menggapainya kembali..AYOO !"

Dan, saya tidak melakukan apa-apa.

Sampai bertemu kembali Sita “Geisya”. Saya percaya bahwa Dunia itu sempit, Indonesia itu sempit, Jakartapun juga sempit….Apalagi Tebet?

Minggu, 27 Februari 2011

Setengah Sembilan Malam

Kenapa jadinya seperti ini?
Aku benci ketika sekitar berjalan seperti ini
Hidup namun tidak bernafas, terbang namun hanya menggeliat di tanah
Aku seolah takut bergerak...

Padahal, siapa mereka?
Keabu-abuan mereka, keberingasan mereka toh hanya segelintir dunia
Hei, majulah anak muda...bergerak membuatmu selalu terjaga dari mati-mu
Sepele itu hanya akan menjadi bualan esok hari
Karena setengah sembilan malam akan bergerak ke setengah sembilan pagi
Dan itu pasti

Minggu, 23 Januari 2011

Salut Untuknya...

Halo teman-teman, saudara-saudara serta para handai taulan semua…Rasanya sudah cukup lama saya tidak menulis di blog ini. Saya tak bisa pungkiri saat ini pekerjaan baru saya –setelah sekian lama menganggur, hehehe— cukup menyita waktu. Hari senggang selepas kerja lebih saya manfaatkan untuk berisitrahat atau mencari hiburan di luar sana. Maklum otak ini butuh di”refresh” agar tidak terlalu berantakan system kerjanya.

Oke, ada baiknya kalau mukaddimah yang tanpa maksud berbasa-basi di atas, kita akhiri segera. Karena si Pencerita ini sudah tidak sabar untuk mengabarkan isi hati dan pikiran kepada para pembaca, seperti sedia kala. Tentu bukan sembarang cerita karena ini merupakan “debut” pemikiran saya di tahun 2011 yang saya akan tuangkan di blog tercinta ini.

Saat ini saya sudah berkerja di salah satu Televisi swasta Indonesia selama hampir 2 bulan berjalan. Saya ikut terlibat dalam sebuah program Talkshow yang dipandu oleh sang Master Mentalist kawakan itu. Jadi, singkat cerita saya pernah mengobrol dengan salah satu kru. Obrolannya cenderung tidak terlalu istimewa hingga akhirnya merembet pada perilaku berbagai artis. Lebih signifikan lagi obrolan kita tertuju pada salah satu pelawak besar di Indonesia. Ia berkelakar “Iya, seru tuh setiap kerja bareng dia. Kita bakalan aman deh kalau syuting”. Saya tidak mengerti, “Maksudnya aman gimana ya,mas ?”. “Maksudnya kita nggak bakal khawatir ketinggalan solat. Karena pas adzan berkumandang dia bakal langsung berinisiatif untuk menunda syuting dan mengajak kita, para kru, untuk solat berjamaah”.

Mendengar itu ada sedikit kelegaan di hati ini. Selama ini saya hanya mengagumi sebatas keahliannya dalam melawak saja.

Hari itu datang juga. Program kami setelah jalan 2 bulan, akhirnya bisa mencocokkan jadwal dan mengundang pelawak itu menjadi tamu/narasumber kami. Tentunya kehadiran dia di acara kami sangat dinanti-nantikan pemirsa seantero negeri.

Bersahut adzan magrib, saat itu saya dan beberapa kru memanfaatkan break syuting untuk solat. Dan benar, si pelawak tersebut berada tepat di saf belakang saya. Belum selesai sampai situ. Karena ketika waktu Isya datang bahkan dia sudah “colong start” tiba di musola studio yang kecil dan sempit itu. Kali ini ia tidak bertindak sebagai makmum, melainkan sebagai Imam. Saya yang akhirnya menjadi masbuk (makmum yang tertinggal rakaat berjamaah) sempat mendengar bacaan suratnya yang cukup baik.
Dan lagi-lagi belum selesai : Si Pelawak itu pula yang memimpin kami berdoa usai solat isya berjamaah. Sebagai gambaran saja, biasanya yang melakukan ini adalah para imam masjid atau ustadz-ustadz yang memiliki ilmu agama tinggi saja.

Lalu, keterkejutan saya muncul kembali. Saya sedang memasang sepatu ketika si pelawak itu sudah siap menyantap mie ayam –yang disajikan oleh asistennya—tidak segan menawarkan makan pada saya : “Mas, mari makan”. Kalimat itu terlontar luwes seolah dia menanggalkan predikat “keartisan”nya saat itu juga. Saya berusaha menyembunyikan keheranan saya, lalu mencoba mencuri kesempatan untuk ber”foto bareng” dengannya (hehehe mau udik jangan tanggung-tanggung). Saya berfikir: kapan lagi saya memiliki kesempatan untuk foto bersama salah satu Legenda Lawak Indonesia??

Dan diapun tidak terlihat terpaksa mengiyakan permintaan sederhana saya itu

Sayapun mencoba mencairkan kegugupan diri ini, “ Mas, saya sudah jalan hampir 2 bulan kerja di sini, tapi kok baru bisa ketemu mas sekarang ya? Hehehe”. Dia pun menanggapi ramah dan santai sambil mengaduk-ngaduk mie ayamnya “Hmmm, oh lo baru 2 bulan ikut program talkshow ini?”. “Iya mas. Yaudah mas saya harus balik lagi ke stage. Makasih banyak ya,mas”, saya mengakhiri obrolan singkat itu dengan 2 alasan: pertama karena saya memang harus standby di stage dan kedua karena otak saya mendadak blank. Mungkin karena efek kegugupan saya yang over, jadinya saya tidak memiliki cadangan topik pembicaraan.

Tapi, setidaknya saya puas. Selain bisa mengabadikan momen dengan sang pelawak, saya juga berkesempatan bisa membuktikan fakta dari obrolan saya dengan salah satu kru, tempo hari. Dan masih begitu banyak sisi positif yang saya lihat dari dia, di lokasi syuting saat itu, yang tidak mungkin saya uraikan kesemuanya. Karena sepertinya tidaklah bijak kalau saya terlalu memuji seseorang setinggi langit, seolah tanpa cela.

Satu hal yang pasti: Bagi saya dan mungkin beberapa orang setuju bahwa lawakannya hampir selalu berhasil mengocok perut dan tidak sedikit pula pelawak lainnya yang terisnpirasi olehnya serta meniru gaya melawaknya. Juga Attitudenya yang bersahaja membuat saya bertambah kagum di mana dia besar di tengah-tengah lingkungan para tokoh hiburan, yang notabene hidup dalam gelap dan gemerlapnya dunia panggung.

Ya, saya melihat Sang Pelawak itu cukup jauh dari stereotype keartisan tersebut.

Salut untuknya : UHHHUUUUUUUYYYYYYYYYYYY !!!!