(photo by: Apri)
“Gila, ini keren banget pawang
hujannya,” celetuk Igo.
Di sana tampil begitu banyak
band-band Rock yang notabene bukan mainstream seperti Besok Bubar Band, Miracle
Band, dsb. Bahkan ada juga sebuah band, yang vokalisnya adalah Ringgo Agus
Rahman (Artis Ibu kota) yang sayang musiknya tidak dapat saya cerna.
Sampai akhirnya yang ditunggu-tunggu
muncul juga, yakni PSMS Band (Jangan heran akronimnya mirip dengan klub Sepakbola
Indonesia milik Medan) bermaterikan Mike Portnoy (Drum), Derek Sherenian
(Keyboard & Piano), Paul Macalpine, dan Billy Sheehan. Tak heran begitu
banyak orang mengenakan kaos bertajuk Dream Theater dan MR BIG (saya pun
mengenakan kaos MR BIG).
Terbersit di hati, “Wajar ya pakai
baju MR BIG, soalnya kan Billy Sheehan masih menjadi salah satu personilnya.
Nah, bagaimana dengan Dream Theater? Bukankah Mike Portnoy sudah terdegradasi
dan belum lama ini digantikan oleh Mike Mangini?”
Langsung saja saya men-twit,
“Menonton aksi Mike Portnoy dengan kaos Dream Theater kondisinya nyaris serupa
dengan orang yang menonton aksi Manchester United dengan mengenakan jersey
Arsenal bertuliskan nama punggung Van Persie. Susah Move On.”
Setelah gerai hitam diturunkan dari
atas panggung, muncullah satu persatu sekelompok yang sudah lama kita
nanti-nanti. Dimulai dari Derek Sherenian, disusul oleh Macalpine, lalu muncul
sosok yang sudah kita “kenal” yakni Mr Billy Sheehan, dan terakhir Mike Portnoy
maju dan menjadi pusat perhatian.
Saya harus mengakui bahwa saya
bukanlah seorang musisi, saya bukanlah pula seorang drummer, melainkan saya
hanya penikmat music. Namun, saya mendadak berkeinginan menjadi seorang drummer
setelah menikmati music Dream Theater. Tak lain ini karena jasa seorang
Portnoy. Performanya menggebuk drum membuat saya menepikan “dogma” lama yang
bodohnya sudah terlalu lama melekat di otak saya, bahwa: Drum hanyalah elemen
music pelengkap yang tidak terlalu penting.
Saya mensejajarkan skill Portnoy dengan
Joe Satriani dalam versi Drum. Ya, dengan ketukan, speed, dan teknik Drumnya,
Portnoy seolah bisa membuat alunan drum menjadi sebuah music yang indah tanpa
menggunakan instrument lainnya.
PSMS Band hanya menampilkan music
instrument tanpa ada vokalis. Di sela-selanya, bergantian mereka melakukan
solo. Pertama, Tony Macalpine memamerkan keahliannya bermain gitar, yang bagi
saya – orang awam yang tidak tahu menahu tentang teknik music – permainannya ya
kurang lebih sama seperti John Petrucci dan Guitar heroes lainnya. Tony
terbilang personel yang cukup kalem di sini.
Sedangkan Derek Sherenian lebih
terlihat arogansinya. Lucu, sesaat setelah dia melakukan solo yang disusul oleh
sorakan decak kagum penonton, dia memilih memasang muka angkuh (tentu dengan
gaya bercanda), mengingatkan saya dengan tokoh Severus Snape dalam film Harry
Potter.
Beralih ke Billy Sheehan. Ya, dia
tidak banyak berubah dibanding saat saya menonton MR BIG di Java Rockinland
2009 lalu. Bergaya flamboyan – namun kali ini rambut kuncir emasnya mengenakan
topi hitam-- , masih dengan jeans hitam ketat, dan sepatu ber-heels (gaya pria
tentunya) agak tinggi. Dalam solonya dia banyak mengeluarkan jurus-jurus aneh,
dengan manuver kedua tangannya yang bergerak dinamis. Saya pernah berkata pada
Igo, “Go, dia tuh kayak gitu cuma gaya-gayaan ya?.” Igo menepis itu dengan
mengatakan bahwa itu memang skill dia yang pastinya bawa perubahan besar dalam
musiknya, dalam artian itu bukan asal-asalan yang nirmakna, melainkan itu ada
tekniknya.
Seperti saya sebutkan di awal, bahwa
Portnoy menjadi sorotan utama dalam pertunjukan kali ini. Bahkan, Portnoy yang
saat maupun pasca menjadi personel Dream Theater memang banyak membentuk band
project menjadi juru bicara selama konser. Dia lebih lantang berkali-kali
menyapa kami para penonton dengan
beragam lawakannya, di jeda antar lagu. Yang cukup fenomenal adalah saat ia
suatu kali menyinggung DREAM THEATER – tentu tanpa menyebutkan nama. Seperti
kita ketahui bahwa Portnoy dikeluarkan oleh John Petrucci cs. dari band yang
ironisnya juga dibentuk oleh Portnoy sendiri. Derek Sherenian pun juga “alumni”
Dream Theater, yang kini posisinya ditempati oleh Jordan Rudes.
Ya, sepertinya band ini memang
bentukkannya dia dan secara tak tertulis ini memang bisa disebut sebagai
“konser tunggal”nya.
Saya tak hentinya berdecak kagum
melihat permainan mereka membawakan lagu-lagu yang hampir seluruhnya saya tidak
tahu. Hanya satu lagu yang sangat akrab di telinga saya, yakni saat Billy
memainkan reff “To be with you” di tengah-tengah solonya. Selebihnya,
belakangan saya ketahui bahwa PSMS juga membawakan lagu “Acid Rain” dan “Hells
Kitchen” milik Dream Theater (correct me if I am wrong), secara instrumental.
Konser berjalan hampir 2 jam lamanya hingga mereka ber-4 perlahan
meninggalkan panggung. Ahh cerita lama, ini hanyalah sebuah “aksi wajib” yang
memancing penonton untuk meneriakkan ENCORE. Tak sampai 2 menit, mereka sudah
kembali ke atas panggung. Lagu SHY BOY milik David Lee Roth band (yang juga
di-cover oleh MR BIG) dibawakan sebagai lagu pamungkas. Di lagu ini, Billy
Sheehan didaulat sebagai vokalis juga dan tentu sang actor utama, Mike Portnoy,
ikut bernyanyi.
Selama pertunjukkan konser, mata
saya hampir selalu tertuju pada Mike Portnoy. Entah apa yang salah, beberapa
kali Portnoy berdiskusi dengan salah satu teknisi drumnya sepanjang lagu
dimainkan. Saya ulangi lagi: sepanjang lagu dimainkan! Kepalanya menoleh ke
samping untuk menyelesaikan masalahnya dengan sang teknisi, tanpa harus
kehilangan tempo bermusiknya. Ingat, music yang mereka mainkan adalah rock
progresif. Tentu dibutuhkan skill yang dahsyat untuk meladeni tempo yang random
(kadang cepat, kadang lambat), ketukan aneh, dan banyaknya settingan drum
(tidak selumrah yang digunakan para drummer pada umumnya) yang ia gunakan.
Portnoy melakukan itu semua dengan tanpa melihat, dan tanpa merusak irama lagu
yang sedang dimainkan! Semuanya terlihat dan terdengar tetap perfect!
Saya sempat berpikir kalau Portnoy
bukanlah manusia. Sama seperti Lionel Messi dalam kancah persepakbolaan. Ajaib
dan di luar nalar manusia!
Maklum, saya menulis ini dengan
point of view saya sebagai penikmat music yang tidak mahir bermain music, jadi
apa yang disajikan oleh Portnoy dkk. Menjadi salah satu hal paling gila
yang pernah saya lihat, ya secara
langsung. Terutama Portnoy, saya tak bosan dan henti mengatakan bahwa ketukan
drumnya begitu empuk, cepat, dan mampu “membentuk” indah suatu lagu itu sendiri. Flashback ke
belakang, saya mengaguminya saat ia bersama Paul Gilbert meng-cover lagu Led Zeppelin – band favorit saya. Yup,
Portnoy juga merupakan pengagum berat almarhum John Bonham (Zeppelin's Drummer)
Saya dan teman-teman sempat
menerobos masuk ke tenda tempat PSMS beristirahat pasca tampil. Sayang seribu
sayang, mereka masih terlalu lama untuk berdiam di dalam tenda. Padahal saya
ingin sekali bertemu dengan jarak yang dekat dengan Portnoy cs. saat nantinya
mereka menaiki bus untuk menuju hotel. Yang membuat saya penasaran adalah:
setinggi apa Mike Portnoy itu? Sepertinya tidak jauh dengan tinggi badan saya.
Berbeda dengan Billy Sheehan yang memang cukup jangkung.
Kalau saja besoknya hari libur –
bukannya hari Senin – tentu saya akan rela menunggu berjam-jam, bahkan menyusul
ke hotel tempat mereka menginap. Ya
sudahlah, pada akhirnya saya hanya berharap bahwa Portnoy bakal menepati
janjinya, sesaat sebelum turun panggung, untuk segera kembali datang ke
Indonesia suatu hari nanti.
Ya, saya sudah menyaksikan langsung
Mike Portnoy, drummer idola saya!
-RG-
16 Nov 2012
(sumber foto: kapanlagi.com)