/** Kotak Iklan **/ .kotak_iklan {text-align: center;} .kotak_iklan img {margin: 0px 5px 5px 0px;padding: 5px;text-align: center;border: 1px solid #ddd;} .kotak_iklan img:hover {border: 1px solid #333}

Rabu, 24 Februari 2010

Buah pena dari atas kereta...

Saat ini jam menunjukkan pukul 23.35. Saya sedang berada di dalam kereta menuju Kediri, Jawa Timur. Mata saya sulit terpejam, disaat bersamaan hampir semua para penumpang gerbong 1 ini sedang larut menikmati bunga tidurnya.

Salat Isya tadi sudah dijamak sama Maghrib, makan sudah, menonton televisipun membuatku bosan bukan main --kebetulan TV keretanya sudah dimatikan saat itu-- , dan mata saya pun sudah kelewat lelah untuk "bertarung" melawan Novel yang sengaja saya bawa.Jadilah saya mengambil notes kecil dari ransel dan mulai menulis ini.

Berawal dari munculnya pikiran sok tahu saya ketika saya melihat pemandangan di sekeliling saya, yaitu beraneka ekspresi mereka yang sedang tertidur lelap. Bapak tua di sebelah saya, tidur berdengkur kecil dengan mengambil langsung "jatah" lahan dua kursi. Raut wajahnya tenang dan santai. Mungkin ia berencana menjenguk anaknya yang kuliah di luar kota--dalam hal ini mungkin di Jawa Timur--.

Lalu, mata saya beralih ke deretan bangku tepat di depan saya. Di sana terlihat seorang ibu bersama balitanya yang kompak tertidur saat itu juga. Wajah sang ibu terlihat lelah, jadi saya beranalisa (baca:sok tahu) bahwa ia dan anaknya mungkin baru saja menemui sanak saudaranya, di Jakarta. Dan sekarang mereka sedang dalam perjalanannya kembali pulang ke kampung halaman.

Perjalanan saya dan mereka, para penumpang hampir bisa dipastikan sama - sama menuju Jawa Timur. Entah itu ke Kediri, Surabaya, Blitar, atau Malang tentunya kesemuanya itu sudah mengantongi tujuannya. Alangkah indahnya jika saya diberi kesempatan bisa melihat langsung mereka nantinya akan bertemu dengan orang-orang terkasih setelah beberapa lama tidak bersua.

Saya membayangkan kala sang Ayah akan menerima salam tangan yang erat dari anaknya, atau juga si anak yang akan luar biasa bahagia ketika mendapatkan pelukan hangat dari sang Ayah. Saya lalu berpikir, "jika benar seperti ini, kesempurnaan apa lagi yang lebih diharapkan dari orang tua itu maupun si anak? "

Lalu, dapatkah terbayangkan ketika ada seorang suami yang yang menanti cemas akan kehadiran seorang istri dan si buah hati, akan mendapatkan ganjaran berupa emas sekarung ketika mereka yang dinanti akhirnya tiba. Memeluk, mencium kening istri serta mendengar ocehan bocah, bukankah tak terbantahkan lagi bahwa itu merupakan gambaran nyata surga dunia??

Berawal dari kereta gerbong 1 ini, mereka akan menemukan seseorang yang dirindu. Sedangkan saya?? malahan sebaliknya. Jelas sekali bahwa kepergian ini akan menjauhkan diri saya dari dia yang selalu saya nantikan. Tapi saya yakin, ini bukanlah sebuah pilhan, melainkan sebuah destinasi. Destinasi yang Tuhan alamatkan pada diri saya, yang mengharuskan saya berjalan mengikuti jalur rel ketentuan-Nya.

Saya harus tegaskan tekad ini kepadanya. Dia harus tahu dan memang sudah seharusnya tahu, bahwa saya bukanlah insan pengecut yang sedang berupaya melarikan diri darinya. Jelas saya tidak mau kalah dengan mereka yang memilih berjalan di atas jalur yang benar, jalur yang mengantarkan mereka menuju peron penantian rindu.

Pada waktunya, pasti saya akan kembali... Menemuinya... Memintanya...





(22 Februari 2010. Kereta Gajayana)

Sabtu, 20 Februari 2010

Awan sore berganti dengan legamnya malam...


Seindah - indahnya, setenang - tenangnya awan sore toh tidak lama lagi dia akan berubah menjadi hitam legam nan dingin, ketika malam tiba....

Semua yang ada di sini hanyalah masalah waktu saja....

Saya jadi teringat sebuah momen memilukan ketika Bapak itu harus merelakan dan melepaskan "kepergian" putri tersayangnya dipersunting oleh suami pilihannya sendiri...

Hei, bukankah Bapak itulah yang sudah mengurusnya, menyayanginya sejak kecil ???...

Bapak itu menangis, meskipun tidak sedikitpun air keluar dari matanya. Hanya mata merah , berkamuflasekan lensa coklat kacamatanya, yang cukup tampak... Dia tidak mampu lagi menutupi itu...

Itukah arti keluarga ???... Bahwa kita diberi kesempatan hidup bersama untuk menyiapkan diri menghadapi perpisahan...

Oh tidak... Saya sadar itu bukanlah arti sebuah keluarga, melainkan arti sebuah hidup...








Rabu, 17 Februari 2010

FIGURA TEBET

Sore itu, saya sedang menunggu bis Metromini 60 di depan pagar Kantor Pos Tebet Barat. Yang saya tau MetroMini 60 itu emang terkesan “lemot”, maksud saya jalannya lama (mungkin mau narik banyak penumpang kali ), contohnya waktu dulu saya jamannya SMA. Setiap saya pulang les Inggris, saya selalu nunggu itu bis di trotoar deket Pasar PSPT. Masya Allah !!! Nunggunya lama setengah hidup, dan pas bis itu dateng dan saya udah di dalemnya, saya ngerasa mending saya sekalian aja jalan kaki.

Jalannya lambat parah !!!, kasarnya saya bisa aja balapan sama bis itu (selanjutnya ditulis M60) dengan saya hanya berjalan kaki, dan saya yakin saya yang bakal juara.
Sebenarnya bukan itu sih pointnya, yah karena saya udah tau “tabiat” nya jadi saya bisa lebih sabar nungguin M60 tiba sore itu. Seetidaknya, keterlambatan M60 bisa buat saya duduk istirahat di trotoar depan Kantor pos. Saya ngerasa Tebet saat itu bener – bener sejuk. Mari saya deskripsikan sedikit. Sekitar jam 3 sore Awan Tebet sedang berwarna abu – abu khas mendung—namun tidak ada sedikitpun gejala ingin hujan, lalu di depan saya terhampar jalanan raya yang tidak begitu lebar, adapula orang – orang berlalu lalang yang jumlahnya tidak begitu banyak, pun mobil-motor yang melintas tidaklah begitu banyak. Hey, kenapa tiba – tiba terlintas Kota Yogjakarta di benak saya???

Di depan kantor pos itu sudah berjejer beberapa bajaj, yang dimana para sopirnya terlihat sedang beristirahat, hal itu terlihat dari air mukanya yang sangat lelah. Ditambah tidak satupun dari mereka menawarkan saya untuk menggunakan jasanya. Padahal biasanya, mereka tidak tahan melihat calon penumpang seperti saya , yang berdiri dengan bahasa tubuh menunggu di pinggir jalan.

Kemudian, Di tepian got, saya lihat sopir tua sedang baca Koran dengan mimik muka serius, entah artikel apa yang dibacanya?... Di sisi lain, terlihat sopir lainnya sedang mengutak – atik mesin bajajnya. Ada juga yang sedang mengobrol seru antar sesama sopir, di sudut lain. Saya melihat itu, dan tiba – tiba berpikir sampai kapan pemandangan ini akan terus ada di Jakarta, khususnya di Tebet?. Yang saya dengar akhir – akhir ini keberadaan bemo akan dilenyapkan keberadaannya oleh pemerintah. Bemo dan Bajaj bukankah dua angkutan umum itu tidaklah jauh berbeda, dari segala sisi ?.

Masih terekam jelas muka lelah nan cemas dari wajah para sopir bajaj tadi di otak saya. Jangan – jangan hantu kecemasan terus menggerayangi mereka setiap hari. Hantu kecemasan yang berlabel bajaj tinggal menunggu gilirannya untuk dilibas. Kita tidak bisa pungkirin fakta bahwa sudah bermunculan banyak angkutan umum lainnya yang lebih menawarkan keamanan dan kenyamanan, seperti taksi ataupun busway. So, Sampai kapankah keeksistensian bajaj? Kapanpun itu, semoga saja Negara memberikan solusi indah lain untuk mereka, para sopir bajaj , bemo maupun “si terpinggirkan” lainnya.

Masih saja saya duduk menunggu M60 di trotoar. Sudah hampir 20 menit, dan M60 itu tak kunjung pula kelihatan batang bempernya. Lalu, kemudian saya menengok ke arah kiri saya. Saya lihat pemandangan lain di sana, saya lihat ada seorang ibu yang sedang menjajakan bermacam pakaian . Oh tampaknya si ibu adalah penjual pakaian keliling, itu dilihat dari atribut yang ia kenakan, yaitu koper berukuran middle berisi tumpukan kaus – kaus. Transaksi sedang berjalan di warung, ia menawarkan bajunya kepada beberapa pemuda atau bapak – bapak yang sedang nongkrong di warung rokok tersebut. Sumpah, ini adalah sebuah pemandangan lama namun baru buat saya. Bisa dibilang hampir tidak pernah saya melihat hal ini, ditambah lagi bumi di mana saya berpijak sekarang ini adalah Tebet, yang konon termasuk kawasan “ bukan main – main “ di Jakarta.

Jelas saya kaget, ditengah – tengah gempuran distro maupun butik di Tebet, ternyata masih ada profesi penjual pakaian keliling seperti yang ibu itu lakoni, saat ini. Meskipun kualitas pakaian yang dijual tidaklah begitu kinclong, tapi setidaknya masihlah ada konsumen yang membutuhkan pakaian dengan harga yang jauh lebih miring macam itu. Saya tersenyum melihat itu, dan lalu dalam hati saya berdoa semoga si ibu bisa bertahan terhadap serangan “bukan main – main “ dari para distro dan butik itu.

Adzan Ashar kemudian terdengar dari toa sebuah mesjid yang terletak tidak begitu jauh dari tempat saya duduk. Saya masih aja diam, karena memang selain tidak ada teman yang bisa diajak ngobrol, saya juga sedang menikmati berbagai macam lukisan hidup yang berfigurakan awan lembut Tebet, di sekeliling saya. Bahkan mungkin saja saat ini saya sudah melupakan sosok M60 yang sudah hampir setengah jam ini saya tunggu – tunggu, namun tidak kunjung datang. Panggilan solatpun saya abaikan saat itu, karena saya masih terhipnotis sayat oleh semua pesona itu. Ya meminjam perkataan seorang teman “ Allah itu kan maha pemaaf !! “.

Jadilah saya berdoa dalam hati “Hamba masih ingin menikmati berbagai scene ciptaanMu ini ya Allah,, maafkanlah hamba, tapi pasti nanti hamba akan shalat Ashar.”

Visual saya pun mendadak berpaling menuju ke utara saya, tepatnya di seberang jalan. Saya seperti bercermin ketika di depan sana ada seorang lelaki tua sedang duduk pula di trotoar jalan. Bedanya, saya masih muda sedangkan dia udah seperti bapak saya, saya keriting-dia hampir botak, saya berpakaian lengkap- dia bertelanjang dada. Aneh bukan? Ada seorang lelaki tua sedang duduk beralaskan tikar, di pinggir trotoar, tidak berbusana lengkap, dan sepeda miliknya disandarkan di batang pohon dekatnya. Orang – orang banyak, termasuk saya pasti bakal mengira dia adalah orang yang kurang waras.

Masa bodohlah !!! Saya mencoba untuk lebih berpikir positif kali ini. Mungkin saja ia seperti saya, sedang merenung akan banyak hal yang ada disekelilingnya. Mencoba menganalisis segala hal tentang manusia dan apa yang melintas di otak mereka. Atau mungkin saja sebenarnya dia itu seorang professor nyentrik yang otaknya jauh lebih berilmu dari saya . Masalah dia tak berbusana itu kan hanyalah opsi setelah melewati berbagai macam pertimbangan. Hal itu tidak dapat kita jadikan tolak ukur kualitas otak seorang manusia itu sendiri.

Sedangkan orang yang terlihat berperilaku normal seperti saya bisa saja menyimpan suatu rahasia buruk, yang tidak dapat dilihat oleh mata telanjang. Rahasia besar yang mengandung segala macam bentuk kegilaan, keabnormalan, keanehan yang mungkin saja tiba – tiba muncul dan menyerang ketenangan hidup di sekelilingnya.
Probabilitas akan hal itu bakal selalu ada, tanpa manusia sempat menyadarinya.

Setelah hampir 40 menit berlalu, akhirnya datang juga M60 itu. Saya sama sekali tidak menyesali keterlambatan M60, seperti biasanya. Malahan saya bersyukur pada Tuhan. Mungkin Dia sengaja “melambatkan” laju M60 demi sebuah kesempatan untuk saya membungkam mulut besar saya, dan membekukan tubuh saya hingga diam mematung.
Dia hanya memperkenankan mata saya untuk lebih bisa fokus menerjang masuk sangat dalam terhadap apa yang saya lihat. Lalu, menampar keras hati yang kelewat sombong ini. Sampai pada akhirnya, Dia membangunkan otak yang malas ini untuk berpikir dan merenung…

Ibu di atas tumpukan buah rambutan...


Reaksi saya setelah melihat langsung kejadian ini adalah tertawa...
Namun tidak lama kemudian saya menyesal telah menertawakan hal itu...

Dalam perjalanan di Blitar, Jawa Timur, saya melihat seorang ibu yang terpaksa harus membonceng motor dengan cara yang tidak wajar. Di atas motor, dia mau tidak mau harus duduk diatas tumpukan rambutan yang akan ia jual.

Bukan sekali saja saya melihat peristiwa seperti itu, karena tak lama setelahnya saya melihat pemandangan serupa yang lagi - lagi ''korban"nya adalah seorang wanita, namun sayang luput dari kamera saya...

(suatu hari di kota Blitar, 2010 )

Minggu, 14 Februari 2010

ada apa dengan 14 Februari 2010 ???

dia yang berwarna - warni

(Minggu, 14 Februari 2010)

Semua serba pink - serba merah hari ini.... Karena selain Valentine, nyatanya Hari Raya Imlek pun hadir pula Minggu ini... Namun, yang saya lihat bahwa kali ini moment Valentinenya lebih menarik untuk dibahas. Sepertinya Hari Raya Imlek datang pada waktu yang tidak tepat.

Mereka yang berpasangan, especially mereka yang berstatus " muda-mudi berdarah segar" memiliki harapan besar di hari ini. Lewat Facebook, Twitter atau sebagainya, mereka berlomba - lomba untuk menunjukkan keeksistensian mereka dgn berbagai ucapan Happy Valentine, dsb. Tidak sedikit pula dari mereka yang menuliskan harapan mereka untuk pasangannya lewat Statusnya, dan saya berani bertaruh setidaknya dalam waktu sehari - dua hari ini Home FB saya pasti akan dipenuhi dgn berbagai aktivitas foto mereka selama ber Valentine, hehehe.... Saya membahas ini seolah - olah saya membenci Valentine ya?, heheh mungkin saya udah terjangkit penyakit akut sebagian rakyat Indonesia, yaitu iri, karena saya termasuk dari mereka yang berstatus jomblo... Ya sudahlah saya akan sesegera mungkin mencari obat dan menyembuhkannya...

Oiya tapi --masih dalam dunia per Facebook an--, ada beberapa hal yang membuat saya tergelitik. Sebagian dari status mereka ada yg mengatakan " Fuck Valentine !!" , ada pula " Valentine emang penting?? emg menyayangi org harus nunggu Valentine ? ",, dan ble ble ble.... Terdengar sentimen kah ???...

Cukuplah itu tadi sebagai mukaddimah dari tulisan saya kali ini...

Peristiwa lain yang lebih besar terjadi hari ini pula. Tapi hanya saya dan dia yang "take a part" dalam peristiwa ini. Adzan maghrib mendorong diri ini menuju dirinya. Jantung ini tak kenal letih untuk berdegup kencang , kaki kurus ini harus bersusah payah menopang tubuh, karena terus bergemetar. Otak kecil inipun tak henti - hentinya bekerja keras berpikir dan menghapal susunan scene yang nanti akan saya jalani, agar semua sesuai dengan harapan dan tidak ada tindakan bodoh tentunya. Hujan rintik seolah menghampiri hanya untuk menciutkan nyali saya, yang sebenarnya sudah terlalu kecil untuk diciutkan lagi... Namun, saya buru - buru tersadar akan petuah seseorang pemuda tampan yang mengatakan " merupakan kewajaran jika Laki - laki ditolak cintanya ". Hahahaha ajaib, kata - kata ini cukup mujarab untuk membangkitkan nyali, meskipun hanya sedikit....

It's time !! Dia sudah berdiri di hadapan... Sebelumnya permen karet di dalam mulut ini sudah saya jadikan alat kamuflase untuk menyamarkan kegugupan. Berhasilkah? Tidak... Saya tetap gugup jika harus berhadapan dengannya. Don't give me her,, please just give me Tyson, Pacman or anyone else, believe me then i'd immediately ask for their signature,,,hehehe.... Bcanda.

Kembali ke cerita. Otak udah bener - bener mati gaya ketika saya memberinya kue basa-basi ---dalam hal ini bener - bener kue yang saya kasih,dan ini masih Fresh tidak basi... Lalu saya berikanlah sebuah cerpen untuknya, yang saya buat dengan mudah payah. Cerpen yang murni tulus dari hati karena sang ilham datang ketika mata ini bertemu pandang dengannya pertama kalinya, suatu hari. Setelah itu keluarlah semua uneg-uneg hati yang ingin saya sampaikan, dan seperti biasa hal yang direncanakan dengan susah payah terkadang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Tapi, setidaknya lenyap sudah keganjalan di hati ini setelah dia tahu apa yang saya rasakan .

Saya hanya tidak ingin menyesal tidak pernah menyatakan ini langsung padanya.... Dan apa jawabannya??? Dia tidak menjawab, karena saya yang memintanya. Namun, saya berjanji akan selalu menunggu itu ... Kapanpun...





Saat nulis postingan ini, tiba-tiba muncul lagu "two steps behind" nya Def Leppard dari bang Winamp....

" Whatever you do, i'll be two steps behind you "










Selasa, 09 Februari 2010

Rel Kehidupan


" Beruntunglah bagi mereka yang sudah fasih menemukan jalurnya...."

Photo captured by Randy Islamy

Location : Stasiun Gambir
(no time info)

ket : gambar ini diambil dalam perjalanan saya menuju Blitar

Gelembung Sabun













CAPTURED BY : DARTO HARPERA
(no time information)

KISAH GELEMBUNG SABUN

Anda tahu permainan Gelembung Sabun ?...Ya, anak ini tidak sedang memainkannya , melainkan menjualnya....

Siang itu di sekitar kawasan wisata Kota Bunga, si anak penjaja Gelembung Sabun ini tampak sedang beristirahat dan berteduh di salah satu sudut jalan. Titik fokus matanya mungkin saja tertuju pada tawa bahagia anak - anak lain yang sedang berlibur bersama kedua orang tuanya...